Waluyo Satrio Adji, M.Pd.I
Keistimewaan dimiliki pada tiap-tiap bulan di tahun Hijriah. Muharram misalnya diperingati sebagai tahun baru Islam, dalam tahun sejarahnya 622 masehi umat Islam dari Mekah hijrah ke kota Yastsrib yang sekarang dikenal dengan Kota Madinah. Pada bulan Rabiul Awwal diperingati kelahiran nabi Muhammad saw. Bulan-bulan Syawwal Dzulkodah dan Dzulhijah adalah bulan-bulan umat Islam menyiapkan haji di Arafah untuk kesempurnaan ibadah haji.
Hal demikian juga terjadi pada bulan Ramadhan juga terdapat peristiwa bersejarah di dalamnya. Bulan Ramadhan dinamai Syahru Syiam, hal tersebut karena umat muslim melaksanakan puasa wajib, itikaf, baca quran. Bulan Ramadhan juga dikenal sebagai Syahrul Qur’an karena bulan pertama kalinya Ayat Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril di Gua Hira.
Begitu mulianya bulan Ramadhan menjadikan ada beberapa nama mulia lainnya yang membuat setiap muslim di seluruh dunia mengapresiasinya dan mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan mulia khususnya di Indonesia dengan tradisi-tradisi seperti saling bermaaf-maafan,, saling kirim makanan antar tetangga, membersihkan makam orang tua atau tuan guru, dsb.
Sejarah Peristiwa di Bulan Ramadhan
Secara bahasa Ramadhan berasal dari kata Ramdha, yang bermakna sangat panas. Penamaan tersebut didasarkan atas keadaan musim panas hal tersebut seperti salah satu penjelasan dari Imam An-Nawawi dalam kitab Tahdzib al-Asma wa al-Lughat. Pada sejarahnya terdapat peristiwa pada bulan Ramadhan di zaman Nabi Muhammad yang begitu penting bagi umat Islam di antaranya awal diturunkannya wahyu pertama Fathu Mekah, dan perang Badar,
Bagi pelaku sejarah dan ahli sejarah di Indonesia, Ramadhan dikenal dengan banyak peristiwa penting. Pada sejarah Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sengaja atau tidak tanggal tersebut masuk penanggalan Hijriah yaitu pada 10 Ramadhan 1364, yang juga hari Jum’at, atau dikenal dengan harinya orang Islam. Lebih jauh lagi, sebelumnya PPKI / Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibentuk sehari sebelum malam pertama di bulan Ramadhan. Tanggal 1 Ramadhan terjadi peristiwa pasukan sekutu menjatuhkan bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang. Pada 8 Ramadhan terjadi peristiwa penculikan golongan tua oleh golongan Muda ke daerah Rengasdengklok. 9 Ramadhan 1364 penyusunan naskah proklamasi. Beberapa peristiwa dari zaman nabi sampai Indonesia seakan menggambarkan kemenangan bagi siapa yang memuliakan bulan Ramadhan.
Literasi di Bulan Ramadhan
Salah satu nama mulia dari bulan Ramadhan adalah Syahr al-Tilawah atau bulan membaca. Secara bahasa berasal dari kata tala – yatlu – tilawah, secara sederhana bermakna pembacaan atau membaca. Pada konteks tradisi di sekolah ataupun di kampus kegiatan membaca disebut juga kegiatan literasi. Definisi dari Kemendikbud (2016:2) Literasi adalah kemampuan untuk mengakses, mengerti, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai kegiatan, seperti membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara. Tetapi pertanyaannya literasi seperti apa yang dimaksudkan di sekolah khususnya pada bulan Ramadhan?
Bila menganalisis “membaca” dalam hal ini Al-Quran dengan teori dalam buku How To read a Book yang ditulis Mortimer J. Adler, didapatkan bahwa membaca Al-Quran dibagi menjadi empat level. Pada level dasar, pembaca beranjak dari buta huruf ke melek huruf atau para pembaca masih belajar membaca huruf hijaiyah yang berjumlah 29, mulai dari huruf alif sampai ya’, juga sampai membaca gabungan huruf hijiyah menjadi ayat-ayat yang ada pada Al-Qur’an. Saat ini banyak metode yang ditawarkan untuk bisa membaca Al-Quran seperti metode Al-Badadi, Ummi, Qira’ah dsb.
Selanjutnya level kedua yaitu membaca Inspeksional, di sini membaca secara skimming atau cepat dan sistematis karena waktu yang ditempuh relatif pendek guna mendapatkan informasi seefektif mungkin. Situasi tahap kedua sering ditemui ketika orang-orang membaca Qur’an di Musholla dan Masjid ketika Ramadhan yaitu Tadarus. Para pembaca Qur’an ketika menerima giliran pasti memperhatikan informasi tentang ayat berapa yang akan dibaca, hukum tajwid, surah yang harus sujud semisal ayat-ayat Sajadah.
Pada level ketiga yaitu analisis, pada tahap ini pembaca menganalisis secara detail dengan tujuan untuk memahami apa isi kandungan ayat pada Al-Qur’an yang dibaca, maka dari itu perlu waktu panjang sampai tidak terbatas sampai pembaca paham apa yang dibacanya. Pada bulan Ramadhan sering dijumpai di Majelis Ta’lim kajian-kajian Al-Qur’an tentang aspek tahsin, sebab turunnya, dan kandungan dari ayat.
Level paling tinggi yaitu membaca secara sintopikal. Pembaca di sini dituntut lebih kompleks dalam membaca. Ayat-ayat di dalam Al-Qur’an diteliti secara mendalam dengan membandingkan, menghubungkan, mengintegrasikan dengan jurnal penelitian untuk menyikapi suatu permasalahan yang ada. Misalkan di dalam Qu’ran ada ayat tentang Obat, bagaimana para pembaca khusunya bidang kedokteran meneliti apakah obat yang dimaksud dalam Al-Qur’an tersebut. Misal lagi tentang Adil bagaimana konsep adil tersebut dikaji oleh para siswa bidang hukum. Keempat level tersebut bukan untuk mendikotomikan posisi membaca Qur’an kita, tetapi menjelaskan di mana posisi pembaca berada. Tidak menjadi masalah level berapa tingkatan membaca kita, membaca sangatlah dianjurkan dalam Al-Qur’an seperti juga dicontohkan Nabi Muhammad, apalagi pada bulan Ramadhan, karena sedikitpun amal kebaikan yang dilakukan akan dilipatgandakan pahala.
Terlepas dari tingkatan, membaca Al-Qur’an sangatlah bermanfaat, dipandang dari penelitian yang dilakukan oleh Dr. Al Qadhi menemukan bahwa Al-Qur’an yang dibaca dengan suara, dapat memberikan pengaruh positif terhadap sel-sel otak untuk mengembalikan keseimbangannya. Dengan mengetahui manfaat-manfaat membaca, Momentum Ramadhan 1444 H ini marilah bersama-sama mendorong masyarakat terutama diri sendiri khususnya pada momen bulan Ramadhan untuk mengisi bulan Ramadhan dengan gerakan-gerakan atau simpul literasi baik pada level pertama hingga level keempat. Perjuangan literasi yang dimulai di Bulan Ramadhan, bisa jadi akan membawa kemenangan seperti sejarah peristiwa terdahulu.